MediaKopid, Bandung - Perjalanan menuju Stasiun Radio Malabar di Kabupaten Bandung adalah sebuah perjalanan menelusuri jejak sejarah yang penuh kenangan. Terletak di kaki Gunung Malabar, stasiun ini bukan hanya sebuah bangunan tua, tetapi juga saksi bisu dari sebuah periode penting dalam sejarah Indonesia. Meskipun kini hanya menyisakan puing-puing bangunan yang tersebar, tempat ini memiliki nilai sejarah yang luar biasa, terutama terkait dengan peristiwa yang menginspirasi lahirnya lagu legendaris Hallo Bandung yang dinyanyikan oleh Wieteke van Dort.
Stasiun Radio Malabar didirikan pada masa penjajahan Belanda pada tahun 1930-an. Pada saat itu, stasiun ini menjadi pusat penyiaran yang sangat vital bagi masyarakat Bandung dan sekitarnya. Namun, sejarahnya tidak hanya berhenti pada fungsi penyiaran semata. Salah satu momen paling bersejarah yang terjadi di tempat ini adalah pada masa Perang Dunia II, ketika stasiun ini menjadi saksi bisu dari peristiwa-peristiwa besar yang terjadi di Indonesia. Pada tahun 1942, stasiun ini pernah diserbu oleh pasukan Jepang, yang kemudian menguasai stasiun tersebut sebagai bagian dari upaya mereka mengontrol jalur komunikasi.
Namun, yang lebih menarik adalah keterkaitan Stasiun Radio Malabar dengan lagu Hallo Bandung. Lagu yang dikenal luas sebagai simbol kebanggaan masyarakat Bandung ini, pertama kali dinyanyikan oleh Wieteke van Dort pada tahun 1949. Lagu ini memiliki makna mendalam bagi rakyat Bandung, karena menggambarkan semangat perjuangan dan harapan masyarakat untuk bangkit setelah masa penjajahan dan perjuangan kemerdekaan. Stasiun Radio Malabar, yang merupakan pusat komunikasi pada waktu itu, memainkan peran penting dalam menyebarkan semangat perjuangan tersebut melalui siaran-siaran radio yang menginspirasi rakyat.
Setelah perang berakhir, stasiun ini menjadi salah satu tempat yang menghubungkan pemerintah Indonesia yang baru merdeka dengan masyarakat, serta menjadi simbol kebangkitan nasional. Namun, seiring berjalannya waktu, Stasiun Radio Malabar semakin terabaikan dan bangunannya pun mulai rusak. Pada tahun 1970-an, stasiun ini tidak lagi berfungsi sebagai pusat penyiaran, dan akhirnya bangunannya dibiarkan terlantar. Meski demikian, puing-puing yang tersisa masih bisa mengisahkan banyak hal tentang sejarah Indonesia, termasuk bagaimana stasiun ini pernah menjadi bagian dari sejarah perjuangan bangsa.
Melangkah menuju lokasi stasiun yang kini hanya menyisakan reruntuhan, pengunjung akan merasakan suasana yang penuh dengan kisah masa lalu. Beberapa bangunan yang tersisa, meskipun sudah tidak utuh, masih menunjukkan bentuk aslinya dengan dinding-dinding yang sudah mulai rapuh dan pintu yang hampir lepas. Namun, di balik kerusakan itu, ada sebuah aura yang terasa begitu kuat, seolah-olah masa lalu yang penuh dengan perjuangan dan semangat kebangkitan masih membekas di setiap sudutnya. Puing-puing itu, meskipun hancur, bercerita tentang peran besar yang dimainkan stasiun ini dalam sejarah penyiaran di Indonesia.
Di sekitar area stasiun, terdapat sebuah monumen kecil yang dibangun untuk mengenang Stasiun Radio Malabar dan kontribusinya terhadap sejarah Indonesia. Monumen ini menjadi tempat yang sering dikunjungi oleh para sejarawan, pelajar, serta wisatawan yang tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang sejarah pertelevisian dan penyiaran di Indonesia. Bagi mereka yang datang, lokasi ini menjadi kesempatan langka untuk merasakan langsung bagaimana teknologi penyiaran pada masa lalu telah memengaruhi perjalanan bangsa ini.
Disana emang enak lokasinya
BalasHapus