Pandangan Islam Terkait Perkataan Gus Miftah ke Penjual Es

Mediakopid.com, Bandung - Kasus yang melibatkan Gus Miftah dan pernyataannya terhadap seorang penjual es teh dalam ceramahnya baru-baru ini memunculkan perdebatan luas di kalangan masyarakat. Dalam ceramah tersebut, Gus Miftah menyampaikan perkataan yang dianggap kasar dan merendahkan martabat seseorang, yang seharusnya tidak dilakukan oleh seorang tokoh agama. Meskipun ceramah tersebut dihadiri oleh banyak orang dan disampaikan dengan maksud tertentu, perkataan yang keluar dari mulutnya menimbulkan dampak negatif yang cukup besar, baik secara sosial maupun moral. Peristiwa ini mengundang pertanyaan: bagaimana Islam memandang perbuatan tersebut?


Islam sangat menekankan pentingnya adab dalam berbicara dan bertindak. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman, “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, ‘Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik’” (QS. Al-Isra: 53). Ayat ini jelas menunjukkan bahwa Islam mengajarkan umatnya untuk berbicara dengan penuh kesopanan dan kebaikan, terlebih lagi ketika berbicara di hadapan orang banyak, terlebih lagi dalam sebuah ceramah. Selain itu, dalam hadis Nabi Muhammad saw. juga mengingatkan kita untuk menghindari kata-kata kasar atau yang dapat menyakiti perasaan orang lain. Nabi Muhammad saw. bersabda, “Seorang Muslim adalah orang yang menjaga lidah dan tangannya dari perbuatan jahat terhadap sesama Muslim” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam konteks kasus Gus Miftah ini, apapun tujuan dari kata-kata tersebut, perkataan yang kasar dan menghina orang lain, apalagi di depan umum, jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Islam tidak membenarkan penghinaan terhadap orang lain, terutama dalam ranah publik. Setiap individu, tanpa terkecuali, berhak dihormati dan diperlakukan dengan baik, tidak peduli status sosial atau profesinya.

Menggunakan kata-kata kasar atau pelecehan dalam ceramah, yang seharusnya menjadi sarana untuk mendidik dan menyampaikan kebaikan, malah akan menurunkan kredibilitas seorang tokoh agama. Sebagai seorang ulama, Gus Miftah seharusnya memberikan contoh yang baik dalam hal berbicara dan bertindak. Ini penting karena umat Muslim, terutama yang mendengarkan ceramah, akan menilai dan mengikuti contoh yang diberikan oleh seorang tokoh agama. Oleh karena itu, meskipun Gus Miftah adalah figur yang masyhur, sikap dan perkataannya tetap harus sesuai dengan ajaran Islam yang menjunjung tinggi akhlak mulia.

Secara teori, dalam ilmu komunikasi Islam, dakwah harus dilakukan dengan cara yang hikmah, yang berarti penuh kebijaksanaan, kelembutan, dan kedamaian. Dakwah bukan hanya tentang menyampaikan pesan, tetapi juga tentang menciptakan hubungan yang harmonis antara da'i (pembicara) dan mad'u (audiens/pendengar). Dalam hal ini, perkataan kasar atau menghina seseorang justru berpotensi merusak hubungan tersebut, dan bisa mengarah pada ketegangan sosial yang tidak produktif. Bahkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Nabi Muhammad SAW mengajarkan, "Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik akhlaknya." Akhlak yang baik mencakup kemampuan untuk berbicara dengan bijaksana, tanpa menyinggung perasaan orang lain.

Dengan demikian, peristiwa pelecehan verbal yang dilakukan oleh Gus Miftah menunjukkan perlunya seorang tokoh agama untuk lebih berhati-hati dalam berbicara. Islam mengajarkan untuk selalu menjaga adab dan berbicara dengan baik, baik dalam konteks pribadi maupun publik. Apapun niat yang mendasarinya, kata-kata yang kasar atau merendahkan martabat orang lain tidaklah sesuai dengan ajaran Islam yang menjunjung tinggi penghormatan dan kasih sayang terhadap sesama. 


Penulis: Muhammad Syahru Ramadhan

 

( Hide )
  1. Memang seharusnya kita semua menjaga lisan kita, apalagi Da'i, makasih insidenya

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus

© Vokaloka 2024