Mengapa Humor Gus Miftah Mengundang Kecaman?

 

Gambar 1

MediaKopid.com, Bandung - Kasus Gus Miftah yang melontarkan guyonan seksis dalam acara seni tradisional menjadi sorotan karena menyentuh isu etika dan sensitivitas berbicara. Meskipun acara tersebut bukan dakwah formal, sebagai tokoh publik dan pendakwah, perkataan Gus Miftah memiliki dampak yang luas. Guyonan yang merendahkan perempuan, seperti yang ia lontarkan kepada sinden, mengingatkan kita bahwa humor, meski dapat mencairkan suasana, tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan martabat seseorang.

Perdebatan di media sosial pun muncul, di mana sebagian masyarakat berpendapat bahwa humornya tidak pantas dan merendahkan, sementara sebagian lainnya menganggapnya sebagai guyonan yang tidak perlu dibesar-besarkan. Hal ini menunjukkan bahwa humor memiliki kekuatan yang besar; bisa mencairkan suasana, tetapi juga bisa melukai dan menyinggung.

Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi pendakwah dan tokoh agama lainnya untuk selalu menjaga sikap dan kata-kata mereka, baik dalam konteks dakwah maupun di luar. Mereka diharapkan bisa menjadi teladan dalam hal etika dan kesopanan. Selain itu, penting bagi masyarakat untuk selalu kritis terhadap konten media, termasuk humor, dengan mempertanyakan apakah humor tersebut membangun atau merendahkan serta disampaikan secara etis dan bertanggung jawab.

Sebagai masyarakat, kita harus bersama-sama menciptakan ruang publik yang aman, inklusif, dan menghormati martabat setiap individu. Menolak segala bentuk humor yang merendahkan dan menyinggung adalah langkah penting untuk menjaga keharmonisan dan saling menghormati dalam interaksi publik.

 

Reporter : Melisa Bela Widyastuti, Mahasiswa KPI 5B

Tidak ada komentar

Posting Komentar

© Vokaloka 2024