mediakopid.com, Bandung - Di sudut Cibaduyut Wetan yang ramai oleh hiruk-pikuk kota Bandung, ada satu keheningan yang berbicara lewat daun-daun hijau yang tumbuh dengan penuh harapan. Di balik setiap tunas yang tumbuh, tangan Bapak Yayan Suhara bekerja dengan telaten dan penuh ketulusan. Bapak Yayan, pria sederhana yang akrab disapa "Pak Yayan" oleh warga sekitar, adalah pengrajin bibit tanaman yang telah mengabdikan dirinya untuk merawat kehidupan kecil dari tanah yang subur.
Sejak pagi, rumah kecilnya di Cibaduyut Wetan sudah tampak sibuk. Kotak-kotak berisi bibit tanaman berjejer rapi di teras dan halaman belakang rumah. Tangannya yang penuh pengalaman menyentuh setiap daun dan batang muda dengan hati-hati, seolah berkomunikasi dengan mereka. “Setiap tanaman itu punya nyawanya sendiri, mereka tumbuh dari perhatian,” ujar Pak Yayan sambil tersenyum ringan.
Pak Yayan bukan hanya seorang pengrajin bibit tanaman, tetapi juga sosok yang menyatu dengan alam. Berbagai jenis bibit seperti cabai, tomat, kangkung, hingga tanaman hias ditanamnya dengan metode sederhana namun efektif. Dia percaya, tanah dan tanaman tidak membutuhkan sesuatu yang rumit—cukup kasih sayang, kesabaran, dan pemahaman.
Kecintaannya pada tanaman berawal sejak kecil ketika dia sering membantu orang tuanya berkebun di sawah. Namun, menjadi pengrajin bibit bukanlah perjalanan yang direncanakannya sejak awal. “Awalnya cuma iseng, buat kebutuhan sendiri,” ungkapnya. Permintaan tetangga yang mulai meminta bibit hasil tangan dinginnya membuatnya sadar bahwa hobinya ini bisa menjadi penghidupan.
Setiap harinya, Pak Yayan menghabiskan waktu lebih dari delapan jam di antara tanah, pot, dan semaian benih. Bibit-bibit kecil itu dia rawat dari awal, disiram dengan jadwal rutin, dipindahkan ke tempat yang lebih besar ketika akarnya mulai kuat, hingga akhirnya siap dipindahkan ke tangan pelanggan. Baginya, setiap tanaman adalah bagian dari perjalanannya.
Ketekunan Pak Yayan tidak hanya menghidupi keluarganya, tetapi juga menginspirasi banyak orang di komunitasnya. Tak jarang, ia membagikan ilmunya tentang bagaimana cara menanam bibit yang baik kepada pemula. “Kita semua bisa menanam, bisa belajar dari alam,” katanya dengan antusias.
Keberadaannya membantu banyak warga yang mulai peduli terhadap urban farming—bertani di lahan terbatas. Pak Yayan juga mendorong generasi muda untuk lebih dekat dengan tanaman dan tidak hanya bergantung pada produk pasar. Bagi Pak Yayan, tanaman adalah harapan: semakin banyak orang yang menanam, semakin dekat pula kita dengan keberlanjutan lingkungan.
Di balik topinya yang sering dipakai ke mana-mana, ada sosok yang sederhana tetapi kaya makna. “Hidup itu seperti merawat bibit, butuh kesabaran. Hasilnya nggak langsung kelihatan, tapi kalau dirawat terus, pasti tumbuh,” ucapnya bijak.
Pak Yayan mungkin bukan sosok yang banyak dikenal orang di luar Cibaduyut, tapi di tempat ini, ia adalah pahlawan kecil yang menghidupkan kembali arti merawat alam. Dengan caranya yang sederhana, ia telah membuktikan bahwa bibit kecil bisa tumbuh menjadi pohon rindang yang membawa manfaat.
Saat matahari mulai tenggelam, Pak Yayan masih terlihat di halaman rumahnya, memindahkan bibit-bibit ke kotak kardus untuk dijual keesokan harinya. Bibit yang ia kirimkan bukan sekadar tanaman, melainkan harapan baru bagi siapapun yang menerimanya.
Reporter: Ihsan Kamil Rahmatilah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar